Senin, 27 Juni 2011

ASKEP LEUKEMIA

Askep Leukemia

I. PENDAHULUAN
Leukemia mula-mula dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847sebagai darah putih. Suatu leukemia dapat dikenal dariu suatu proliferasi yang terganggu dari myeloida, limfoida atau sel-sel fungsional tertentu yang kurang berharga di dalam sumsum darah, darah, kelenjar limpa, hati,, timus dan berbagai organ lainnya.
Apabila populasi sel abnormal tidak matang (blastair),maka kita namakan leukemia kronis.Jenis sel yang menguasai,yang dapat menentukan apakah hal itu suatu leukemia myeloida,monositer,limfatik dll.Apabila populasi sel abnormal yang merangsang itu hanya terdapat didalam sumsum tulang saja dan tidak ada di dalam darah yang beredar,maka kita katakana tentang bentuk leukemia yang aleukemik.
Kelainan pertumbuhan suatu populasi ssel tertentu selalu merugikan eritropoesa, myelosa, limfopoesa, dan trombopoesa yang normal. Sehingga hampir selalu trjadi anemia dan trombopenia dan tidak adanya granulopoesa atau limfopoesa normal. Populasi hematopoetik yang abnormal sering mempunyai sifat-sifat “mobil” yang khas dari sel darah.
Disemua tempat di sum-sum tulang atau disemua organ limfa, secara berturut pada bentuk myeloida atau bentuk limfatik. Dalam stadium akhir dari penyakit ini karena adanya perong-rongan lokal, dapat menimbulkan terjadinya bentuk tumor yang sesungguhnya di dalam organ tersebut.
Dalam kejadian-kejadian lain timbul sejak permulaan justru suatu rong-rongan dari suatu unsur darah seperti pada maligna limfoma (maligna lymfocytair lymfoom, maligna histocytair lymfoom) pada myelom (plasmocytoom) atau khloom (rong-rongan dari promyelosit/myeloblast).
II. PATOFISIOLOGI
1. Pengertian
* Menurut Kapita Selekta Kedokteran, 2007
Leukimia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai oleh proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang tidak normal, jumlah berlebihan, dapat menyebabkan anemia, trombosipenia, penyakit neoplastik yang beragam atau tranformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sum-sum tulang dan jaringan limfoid dan diakhiri dengan kematian.
* Menurut Carbone, P.T., 2003
Leukimia adalah neoplasma ganas sel asal hematopoetik timbul di sum-sum tulang yang menyebar ke darah sirkulasi atau organ lain.
Diklasifikasikan berdasarkan tipe sel yang terlibat (myeloid versus limfoid) dan tingkat maturitas sel leukimia.
* Menurut Hoffbrand, 2005
Sel abnormal ini keluar dari sum-sum dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Sel leukimia mempengaruhi hematopoesis/proses pembentukan sel darah normal dan imunitas tubuh penderita.
Leukimia berarti “darah putih” karena penderita ditemukan banyak sel darah putih sebelum diterapi.
2. Etiologi
Sebagian kerusakan DNA yang pada akhirnya menyebabkan onset leukimia yang dipengaruhi oleh interaksi antara gen, umur, dan berbagai faktor lingkungan dan gaya hidup seperti nutrisi dan paparan terhadap bahan kimia.
1. Usia
Kasus leukimia terjadi sampai 70% pada orang berusia diatas 50 tahun. Maka usia bisa dianggap sebagai faktor resiko terbesar berkembangnya leukimia kromosom sel darah putih pada orang berusia lanjut lebih rentan daripada dewasa muda dan lebih mudah mengalami kerusakan DNA yang menyebabkan leukimia.
2. Kemoterapi
Kemoterapi yang digunakan untuk mengobati kanker bisa menyebabkan kerusakan DNA dan menngkatkan resiko berkembangnya beberapa jenis leukimia.
3. Radiasi
Paparan terhadap radiasi dosis besar menyebabkan leukimia yang menginduksi kerusakan DNA melalui translokasi. Leukimia yang disebabkan radiasi secara tipikal muncul 10 tahun setelah paparan.
4. Bahan kimia
Paparan jangka panjang terhadap benzena dapat menyebabkan leukemza akut. Paparan jangka panjang terhadap herbisida, pestisida dan bahan kimia pertanian, berhubugan dengan meningkatnya resiko leukimia.
5. Merokok
Menghisap rokok dapat menyebaabkan leukimia, terlebih bila mengandung senyawa penyebab leukimia seperti benzena. Merokok pada usia remaja muda menyebabkan peningkatan yang relatif tidak terlalu besar berkembangnya leukimia.
6. Genetik
Ditandai dengan ketidakstabilan genetik dan ketidakmampuan memperbaiki kerusakan DNA yang berhubungan dengan menngkatnya resiko leukimia.
7. Virus pada pasien yang terinfeksi
Protein HTLV (Human T Cell Leukimia Virus) melekat pada protein lymphosit yang bertanggung jawab di dalam mengatur pertumbuhan sel.
3. Klasifikasi
Menurut perjalanan penyakit dapat dibagi atas leukimia akut dan kronik. Dengan kemajuan pengobatan akhir-akhir ini pasien leukimia lumfoblastik akut dapat hidup lebih lama daripada pasien leukimia granulositik kronik. Dengan demikian pembagian akut dan kronik tidak lagi mencerminkan lamanya harapan hidup. Namun pembagian ini masih menggambarkan kecepatan timbulnya gejala dan komplikasi (Kapita Selekta Kedokteran, 2007). Leukimia dapat diklasifikasikan atas dasar :
1. Perjalanan alamiah penyakit yaitu akut dan kronik
2. Tipe sel predominan yang terlibat yaitu limfoid dan mieloid
3. Jumlah leukosit dalam darah yaitu 5000-10.000 mikro liter
Basofil 0-1
Eosinofil 1-3
Neutrofil batang 2-6
Neutrofil segmen 50-70
Limfosit 20-40
Monosit 2-8
Dengan mengkombinasi dua klasifikasi pertama, maka leukimia dapat dibagi menjadi:
a. Leukimia Limfosit Akut (LLA) merupakan tipe leukimia paling sering terjadi pada anak-anak. Penyakit ini juga terdapat pada dewasa yang terutama telah berumur 60 tahun atau lebih.
b. Leukimia Mielositik Akut (LMA) lebih sering terjadi pada anak-anak. Tipe ini dahulunya disebut leukimia non limfositik akut.
c. Leukimia Limfositik Kronik (LLK) sering diderita oleh orang dewasa yang berumur lebih dari 55 tahun. Kadang-kadang juga di derita oleh dewasa muda, dan hampir tidak ada pada anak-anak.
d. Leukimia Mielositik Kronik (LMK) sering terjadi pada orang dewasa. Dapat juga terjadi pada anak-anak namun sangat sedikit.
Tipe yang sering pada orang dewasa adalah LMA dan LLK, sedang LLA sering terjadi pada anak-anak (dr. Sumanto Simon, 2003). Menurut jenisnya, leukimia dapat dibagi atas leukimia mieloid dan limfoid. Masing-masing ada yang akut dan kronik. Secara garis besar pembagian leukimia adalah sebagai berikut :
a. Mieloid, jenisnya :
1. Leukimia Granulositik Kronik (leukimia mieloid/mielositik/mielogenous kronik).
2. Leukimia Mieloblastik Akut / LMA
b. Limfoid, jenisnya :
1. Leukimia Limfoid Akut
2. Leukimia Limfositik Kronik (Anonim, 2005)
1. Leukimia Granulositik Kronik (LGK)
LGK merupakan suatu penyakit mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi berlebihan seri granulositik yang relatif matang.
2. Leukimia Mieloblastik Akut / LMA
Insidens LMA kira-kira 2-3/100.00 penduduk. LMA sering ditemukan pada unsur dewasa (85%) daripada anak-anak (15%). Ditemukan lebih sering pada laki-laki daripada wanita. LMA dapat ditemukan disekitar 40% dari seluruh insidens leukimia. Mieloblastik Leukimia. Sel utama pada darah dan sum-sum tulang adalah mieloblastik dengan “round nuclei”.
3. Leukimia Limfoblastik Kronik (LLK)
Merupakan 25% dari seluruh leukimia di negara barat, amat jarang ditemukan di jepang, cina, dan indonesia. Lebih sering ditemukan pada laki-laki daripada wanita (2:1) dan jarang ditemukan pada kurang dari 40 tahun.
4. Leukimia Limfoblastik Akut (LLA)
Insidens LLA berkisar 2-3/100.000 penduduk. Lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada usia dewasa (18%) dan lebih sering ditemukan pada laki-laki dibanding wanita.
4. Manifestasi Klinis
ΓΌ Gejala klinis leukimia akut sangat bervariasi, tetapi pada umumnya timbul cepat, dalam beberapa hari sampai minggu. Gejala leukimia akut dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar :
1. Gejala kegagalan sum-sum tulang yaitu :
a. Anemia menimbulkan gejala pucat dan lemah
b. Nefropenia menimbulkan infeksi yang ditandai oleh demam, infeksi rongga mulut, tenggorok, kulit, saluran nafas, dan sepsis sampai syok septik.
c. Trombositopenia menimbulkan easy bruising, pendarahan kulit, perdarahan mukosa, seperti perdarahan gusi dan epitaksis.
d. Nyeri
Sel leukimia sum-sum tulang bisa bereproduksi begitu hebat sehingga mereka menginvasi tulang sekelilingnya.
2. Keadaan hiperkatabolik ditandai oleh :
a. Kaheksia
b. Keringat malam
c. Hiperurikemia yang dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal
3. Infiltrasi kedalam organ menimbulkan organomegali dan gejala lain, seperti :
a. Nyeri tulang dan sternum
b. Limfadenopati superfisial
c. Splenomegali/hapatomegali, biasanya ringan
d. Hipertrofi gusi dan infiltrasi kulit
e. Sindrome meningeal : sakit kepala, mual, muntah, mata kabur, kaku kuduk.
ΓΌ Gejala klinis leukimia kronik tergantung pada fase yang kita jumpai pada penyakit tersebut yaitu :
1. Gejala hiperkatabolik : berat badan menurun, lemah, anoreksia, berkeringat malam.
2. Splenomegali hampir selalu ada, sering masif.
3. Hematomegali lebih jarang dan lebih ringan
4. Gejala gout, gangguan penglihatan, dan priapismus.
5. Anemia pada fase awal sering hanya ringan
6. Kadang-kadang asimtomatik, ditemukan secara kebetulan
7. Perubahan terjadi pelan-pelan dengan prodromal selama 6 bulan, disebut sebagai fase ekselerasi. Timbul keluhan baru :demam, lelah, nyeri tulang (sternum) yang semakin progresif. Respon terhadap kemoterapi menurun, leukositosis meningkat dan trombosit menurun dan akhirnya menjadi gambaran leukimia akut.
8. Pada sekitar sepertiga penderita, perubahan teerjadi secara mendadak, tanpa didahului masa prodromal, keadaan ini disebut krisis blastik (blast crisis). Tanpa pengobatan adekuat penderita-penderita sering meninggal dalam 1-2 bulan.
9. Gejala yang paling menonjol adalah pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati) superfisial yang sifatnya simetris dan volumenya bisa cukup besar. Kelenjar bersifat tidak melekat kompak(discrete) dan tidak nyeri.
5. Patogenesis
Leukimia akut merupakan penyakit dengan transformasi. Maligna dan perluasa klon-klon sel hematopoetik yang terhambat pada tingkat diferensiasi dan tidak berkembang menjadi bentuk yang lebih matang. Sel darah berasal dari sel induk hematopoesis pluri poten yang kemudian berdiferensiasi menjadi induk limfoid dan induk mieloid multi poten. Sel induk limfosit akan membentuk sel T & B, sel induk mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel eritrosit granulosit, monosit, dan mega kariosit. Pada tiap stadium diferensiasi dapat terjadi perubahan menjadi suatu klon leukemik yang belum diketahui penyebabnya. Bila hal ini terjadi maturasi dapat terganggu, sehingga jumlah sel muda akan meningkat dan menenkan sel darah normal dalam sum-sum tulang. Sel leukemik tersebut dapat masuk dalam sirkulasi arah dan kemudian menginfiltrasi organ tubuh sehingga menyebabkan gangguan metabolisme sel dan fungsi organ. Kematian penderita biasanya karena penekanan sum-sum tulang yang cepat dan hebat tapi bisa jadi karena infiltrasi sel leukemik tersebut ke organ tubuh penderita.
6. Patofisiologi
Proses patofisiologi leukimia akut dimulai dari transformasi ganas sel induk hematologik atau turunannya. Proliferasi sel ganas induk ini menghasilkan sel leukimia akan mengakibatkan :
1. Penekanan hemopoeisis normal sehingga terjadi bone marrow failure.
2. Infiltrasi sel leukimia ke dalam organ sehingga menimbulkan organomegali.
3. Katabolisme sel meningkat sehingga terjadi keadaan hiperkatabolik
Skema patofisiologi timbulnya gejala-gejala klinik pada leukimia akut dapat dilihat pada gambar .
Faktor predisposisi
Fakor etiologi
Faktor pencetus





Mutasi somatik sel induk


kaheksia Proliferasi neoplastik & differentiation arrest
katabolisme Akumulasi sel-sel muda dalam
sum-sum tulang





Gagal sum-sum tulang
hiperkatabolik Anemia, perdarahan & infeksi
Sel leukimia Inhibisi hemopoeisis
normal
diaforesis Asam urat
GOUT Infiltrasi ke organ
Gagal ginjal
Tempat ekstra
Tulang Darah RES meduler lain
Nyeri tulang sindroma limfadenopati meningitis,
hiperviskositas hepatomegali lesi kulit,
splenomegali pembesaran
testis.
Keterangan gambar :
Faktor etiologi terdiri dari sinar radiasi, genetik, virus sehingga mengakibatkan mutasi genetik somatik sel induk dimana kerusakan terjadi pada bagian epitel sel induk kemudian menyebar kejaringan yang lebih dalam mengakibatkan sel neoplastik menjadi abnormal.
Setelah itu terjadi pertumbuhan sel-sel muda di dalam sum-sum tulang. Karena banyaknya pertumbuhan sel-sel muda di dalam sum-sum tulang bisa mengakibatkan:
1. Hiperkatabolik (terjadi pemecahan yang berlebihan)
Hiperkatabolik yaitu terjadi pemecahan protein yang berlebihan bisa menyebabkan:
a. Asam urat
Asam urat bisa menjadi gout dan gagal ginjal
b. Katabolisme meningkat
Katabolisme yang meningkat bisa menjadikan :
- Kaneksia (kurus/kekurangan gizi berat)
- Keringat
- Gagal ginjal
2. Gagal sum-sum tulang
Didalam sum-sum tulang terjadi pertumbuhan sel-sel darah putih yang berlebihan dan dengan trombosit sehingga menyebabkan jumlah leukosit lebih banyak daripada jumlah trombosit sehingga didalam tubuh bisa terjadi anemia. Anemia yang sudah terlalu berat bisa menyebabkan banyak pembuluh darah yang pecah maka terjadilah perdarahan. Banyaknya trombosit yang rusak 7 mati menyebabkan infeksi.
3. Sel leukimia
Akibat dari sel-sel muda yang tumbuh dengan cepat dan berlebihan maka bisa menyebabkan leukimia yaitu sekumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang tidak normal, jumlah berlebihan, dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, penyakit neoplastik yang beragam. transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sum-sum tulang dan jaringan limfoid dan diakhiri dengan kematian. Kekurangan trombosit yang berlebihan bisa menyebakan inhibisi hemopoeisis normal sehingga dapat terjadi anemia / perdarahan dan infeksi karena leukimia sehingga terjadi kegagalan penyaringan di organ-organ lain.
Misalnya :
1. Tulang
Karena tekanan leukosit yang meningkat dan trombosit dibutuhkan berkurang sehingga menyebabkan nyeri tulang.
2. Darah
Sindroma hiperfiskositas
3. RES
- limfadenopati
- hepatomegali
- splenomegali
4. Tempat ekstra meduler lain
- Meningitis
- Lesi kulit
- Pembesaraan testis
7. Prognosis
Faktor prognosis dapt memprediksikan keberhasilan pengobatan dengan nyata. Faktor tersebut dapat dikategorikan menjadi temuan laboratorium dan klinis karakteristik molekuler dan respon terhadap pengobatan awal bahwa faktor prognosis sangat mempengaruhi keberhasilan pengobatan. Banyak temuan laboratorium dan klinis dinilai memiliki signifikansi prognosis kemungkinan yang paling penting adalah usia, jumlah sel darah putih, jenis kelamin dan ras. Balita di bawah 1 tahun beresiko sangat tinggi kegagalan pengobatan, sementara anak-anak berumur 1-9 tahun cenderung memiliki keberhasilan pengobatan yang baik. Pasien dengan jumlah sel darah putih tinggi cenderung memiliki keberhasilan pengobatan yang buruk. Perempuan penderita ALL memiliki prognosis yang lebih baik daripada anak laki-laki. Respon pengobatan awal dijadikan penilaian keberhasilan pengobatan. Respon awal telah dievaluasi dengan pemeriksaan sum-sum tulang selama terapi induksi (yaitu 7/14 hari setelah awal pemberian terapi) atau dengan membersihkan limfolasts yang bersirkulasi dari darah periferal setelah 7/10 hari pengobatan dengan kortikosteroid tunggal atau obat-obatan lain yang digunakan dalam terapi induksi. Pasien yang mengalami penurunan sel leukimia dengan cepat di sum-sum tulang atau pasien yang mengalami pembersihan blast leukimia yang bersirkulasi dengan cepat, dapat memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien yang mengalami penurunan sel leukimia lebih lamban.
8. Penatalaksanaan
Pencegahan perdarahan harus dilakukan setiap peningkatan petekia dan setiap adanya darah dalam tinja/urine (melena, hematuria) atau perdarahan hidung harus dilaporkan, injeksi harus dihindari dan keamanan harus dijaga untuk menghindari trauma. Lebih baik digunakan asetaminofen daripada aspirin sebagai analgetik. Perdarahan ditangani dengan tirah baring dan transfusi sel darah merah dan trombosit. Pemberian analgetik dapat membantu mengurangi nyeri akibat infiltrasi dan pembesaran organ abdominal nodus limfa, tulang, dan sendi.
Penyuluhan pasien dan pendekatan asuhan di rumah :
1. Pasien dan keluarga harus memahami penyakit dan prognosisnya
2. Perawat bertindak sebagai penasehat untuk memastikan bahwa informasi ini telah diberikan
3. Bagi pasien yang tidak berespon terhadap terapi, kita harus mmenghormati pilihan pasien mengenai penanganan yang diinginkan, termasuk upaya untuk memperpanjang hidup
4. Arah yang jelas dan kemauan hidup yang kuat memungkinkan pasien mengontrol diri selama fase akhir penyakit
Cara pengobatan :
Pengobatan leukimia bersifat spesifik, suportif, dan kuratif.
* Pengobatan spesifik:
Yaitu berbentuk kemoterapi yang mempunyai tahapan sebagai berikut :
1. Fase induksi remisi
Berupa kemoterapi intensif untuk mencapai remisi yaitu supaya keadaan dimana gejala klinis hilang, disertai blast dalam sum-sum tulang kurang dari 5%. Dengan pemeriksaan morfologik tidak dapat dijumpai sel leukimia dalam sum-sum tulang dan darah tepi.
2. Fase post remisi
Suatu fase pengobatan untuk memperlahan remisi selama mungkin yang pada akhirnya akan menuju kesembuhan. Hal ini dicapai dengan :
a. Kemoterapi lanjutan terdiri dari :
· Terapi konsolidasi
· Terapi pemeliharaan (maintenance)
· Late intencification
b. Transplantasi sum-sum tulang
Mnerupakan terapi konsolidasi yang memberikan penyembuhan permanen pada sebagian penderita, terutama penderita yang berusia dibawah 40 tahun.
* Terapi suportif
Terapi suportif yang diberikan adalah :
1. Terapi untuk mengatasi anemia
Transfusi darah untuk mempertahankan Hb sekitar 9-10 g/dl. Untuk calon transplantasi sum-sum tulang, transfusi darah sebaiknya dihindari.
2. Terapi untuk mengatasi infeksi:
· Antibiotika adekuat
· Transfusi konsentrat granulosit
· Perawatan khusus (isolasi)
3. Terapi untuk mengatasi perdarahan yang terdiri dari :
· Transfusi konsentrat trombosit untuk mempertahankan trombosit minimal 10 x10 /ml darah, idealnya diatas 20 x10 /ml darah.
· Bisa diberukan heparin untuk mengatasi DIC
4. Terapi untuk mengatasi hal-hal lain yaitu :
· Pengelolaan leukopheresis : dilakukan dengan hindari intravenous dan leukopheresis. Segera lakukan individu remisi untuk menurunkan jumlah leukosit.
· Pengelolaan sindrom lisis tumor dengan hidrasi yang cukup, pemberian alopurinol dan alkalisasi urine.
* Terapi kuratif
Meliputi :
· Steroduksi dengan obat sitostatika mulai dari kombinasi stostika yang ringan hingga yang agresif dengan membutuhkan “rescue” sel induk darah penderita dari darah perifer untuk menyelamatkan pada ablasi sum-sum tulang.
· Transplantasi sel induk darah alogeni atau autologus dari sum-sum tulang, darah perifer atau tali pusar.
9. Komplikasi
1. Splenomegali
2. Hepatomegali
3. Nyeri tekan sternal
4. Pembesaran ringan getah bening
5. Organomegali
Infiltrasi sel-sel leukemik.
6. Trombositopenia
7. Ulkus peptikum
Kadar histamin yang dilepas sel-sel basofil yang jumlahnya meningkat.
8. Hiperurisemia


Meningkatnya produksi asam urat akibat meningkatnya turnover asam nukleat karena pemecahan sel dan hematopoeisis yang tidak efektif.
Lanjout baca . . . . >>