Rabu, 29 Juni 2011

ASKEP SARKOMA OSTEOGENIK


ASKEP SARKOMA OSTEOGENIK

1. Pengertian
Sarkoma adalah tumor yang berasal dari jaringan penyambung (Danielle. 1999: 244 ). Kanker adalah neoplasma yang tidak terkontrol dari sel anaplastik yang menginvasi jaringan dan cenderung bermetastase sampai ke sisi yang jauh dalam tubuh.( Wong. 2003: 595 )
Osteosarkoma ( sarkoma osteogenik ) adalah tumor yang muncul dari mesenkim pembentuk tulang. ( Wong. 2003: 616 )
Sarkoma osteogenik ( Osteosarkoma ) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut. ( Price. 1998: 1213 )
Osteosarkoma ( sarkoma osteogenik ) merupakan tulang primer maligna yang paling sering dan paling fatal. Ditandai dengan metastasis hematogen awal ke paru. Tumor ini menyebabkan mortalitas tinggi karena sarkoma sering sudah menyebar ke paru ketika pasien pertama kali berobat.( Smeltzer. 2001: 2347 )
Tempat-tempat yang paling sering terkena adalah femur distal, tibia proksimal dan humerus proksimal. Tempat yang paling jarang adalah pelvis, kolumna, vertebra, mandibula, klavikula, skapula, atau tulang-tulang pada tangan dan kaki. Lebih dari 50% kasus terjadi pada daerah lutut. ( Otto.2003 : 72 )
2. Etiologi
· Radiasi sinar radio aktif dosis tinggi
· Keturunan
· Beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya seperti penyakit paget (akibat pajanan radiasi ).
( Smeltzer. 2001: 2347 )
  1. Patofisiologi
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal.. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru dekat lempat lesi terjadi sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.
Adanya tumor tulang
Jaringan lunak di invasi
oleh tumor
Reaksi tulang normal
Osteolitik (destruksi tulang) Osteoblastik (pembentukan tulang)
destruksi tulang lokal Periosteum tulang yang baru dapat tertimbun dekat tempat lesi
Pertumbuhan tulang yang abortif
( sumber : Price.1998: 1213 )
  1. Manifestasi klinik
a. Nyeri dan/ atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi semakin parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit)
b. Fraktur patologik
c. Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas
( Gale. 1999: 245 )
d. Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran vena
e. Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat badan menurun dan malaise.
( Smeltzer. 2001: 2347 )
  1. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat didiagnosis. Tujuan penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan tumor, pencegahan amputasi jika memungkinkan dan pemeliharaan fungsi secara maksimal dari anggota tubuh atau ekstremitas yang sakit. Penatalaksanaan meliputi pembedahan, kemoterapi, radioterapi, atau terapi kombinasi.
Osteosarkoma biasanya ditangani dengan pembedahan dan / atau radiasi dan kemoterapi. Protokol kemoterapi yang digunakan biasanya meliputi adriamycin (doksorubisin) cytoksan dosis tinggi (siklofosfamid) atau metrotexate dosis tinggi (MTX) dengan leukovorin. Agen ini mungkin digunakan secara tersendiri atau dalam kombinasi.
Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi dengan pemberian cairan normal intravena, diurelika, mobilisasi dan obat-obatan seperti fosfat, mitramisin, kalsitonin atau kortikosteroid.
( Gale. 1999: 245 ).
b. Tindakan keperawatan
· Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas dalam, visualisasi, dan bimbingan imajinasi ) dan farmakologi ( pemberian analgetika ).
· Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan berikan dukungan secara moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke ahli psikologi atau rohaniawan.
· Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek samping kemoterapi dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang adekuat. Antiemetika dan teknik relaksasi dapat mengurangi reaksi gastrointestinal. Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai dengan indikasi dokter.
· Pendidikan kesehatan
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan terjadinya komplikasi, program terapi, dan teknik perawatan luka di rumah.
( Smeltzer. 2001: 2350 )
  1. Pemerikasaan Diagnostik
Diagnosis didasarkan pada riwayat, pemeriksaan fisik, dan penunjang diagnosis seperti CT, mielogram, asteriografi, MRI, biopsi, dan pemeriksaan biokimia darah dan urine. Pemeriksaan foto toraks dilakukan sebagai prosedur rutin serta untuk follow-up adanya stasis pada paru-paru. Fosfatase alkali biasanya meningkat pada sarkoma osteogenik. Hiperkalsemia terjadi pada kanker tulang metastasis dari payudara, paru, dan ginjal. Gejala hiperkalsemia meliputi kelemahan otot, keletihan, anoreksia, mual, muntah, poliuria, kejang dan koma. Hiperkalsemia harus diidentifikasi dan ditangani segera. Biopsi bedah dilakukan untuk identifikasi histologik. Biopsi harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penyebaran dan kekambuhan yang terjadi setelah eksesi tumor.
( Rasjad. 2003 )
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan, proses penyakit, bagaimana keluarga dan pasien mengatasi masalahnya dan bagaimana pasien mengatasi nyeri yang dideritanya. Berikan perhatian khusus pada keluhan misalnya : keletihan, nyeri pada ekstremitas, berkeringat pada malam hari, kurang nafsu makan, sakit kepala, dan malaise.
b. Pemeriksaan fisik
· Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran vena
· Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas
· Nyeri tekan / nyeri lokal pada sisi yang sakit
Ø mungkin hebat atau dangkal
Ø sering hilang dengan posisi flexi
Ø anak berjalan pincang, keterbatasan dalam melakukan aktifitas, tidak mampu menahan objek berat
· Kaji status fungsional pada area yang sakit, tanda-tanda inflamasi, nodus limfe regional
c. Pemeriksaan Diagnostik
Radiografi, tomografi, pemindaian tulang, radisotop, atau biopsi tulang bedah, tomografi paru, tes lain untuk diagnosis banding, aspirasi sumsum tulang (sarkoma ewing).
( Wong. 2003: 616 )
2. Diagnosa
· Nyeri yang berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan
· Koping tidak efektif berhubungan dengan rasa takut tentang ketidak tahuan, persepsi tentang proses penyakit, dan sistem pendukung tidak adekuat
· Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik berkenaan dengan kanker.
· Gangguan harga diri karena hilangnya bagian tubuh atau perubahan kinerja peran
( Doenges. 1999: 1000 )
· Berduka berhubungan dengan kemungkinan kehilangan alat gerak
( Wong. 2003: 617 )
3. Intervensi
Dx 1
Tujuan: klien mengalami pengurangan nyeri
KH :
· Mengikuti aturan farmakologi yang ditentukan
· Mendemontrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas hiburan sesuai indikasi situasi individu.
Intervensi :
· Kaji status nyeri ( lokasi, frekuensi, durasi, dan intensitas nyeri )
R/ memberikan data dasar untuk menentukan dan mengevaluasi intervensi yang diberikan.
· Berikan lingkungan yang nyaman, dan aktivitas hiburan ( misalnya : musik, televisi )
R/ meningkatkan relaksasi klien.
· Ajarkan teknik manajemen nyeri seperti teknik relaksasi napas dalam, visualisasi, dan bimbingan imajinasi.
R/ meningkatkan relaksasi yang dapat menurunkan rasa nyeri klien
Kolaborasi :
· Berikan analgesik sesuai kebutuhan untuk nyeri.
R/ mengurangi nyeri dan spasme otot
( Doenges. 1999: 1005 )
Dx 2
Tujuan : Mendemonstrasikan penggunaan mekanisme koping efektif dan partisipasi aktif dalam aturan pengobatan
KH :
· Pasien tampak rileks
· Melaporkan berkurangnya ansietas
· Mengungkapkan perasaan mengenai perubahan yang terjadi pada diri klien
Intervensi :
· Motivasi pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan.
R/ memberikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa takut serta kesalahan konsep tentang diagnosis
· Berikan lingkungan yang nyaman dimana pasien dan keluarga merasa aman untuk mendiskusikan perasaan atau menolak untuk berbicara.
R/ membina hubungan saling percaya dan membantu pasien untuk merasa diterima dengan kondisi apa adanya
· Pertahankan kontak sering dengan pasien dan bicara dengan menyentuh pasien.
R/ memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri atau ditolak.
· Berikan informasi akurat, konsisten mengenai prognosis.
R/ dapat menurunkan ansietas dan memungkinkan pasien membuat keputusan atau pilihan sesuai realita.
( Doenges. 1999: 1000 )
Dx 3
Tujuan : mengalami peningkatan asupan nutrisi yang adekuat
KH : penambahan berat badan
bebas tanda malnutrisi
nilai albumin dalam batas normal ( 3,5 – 5,5 g% )
Intervensi :
· Catat asupan makanan setiap hari
R/ mengidentifikasi kekuatan atau defisiensi nutrisi.
· Ukur tinggi, berat badan, ketebalan kulit trisep setiap hari.
R/ mengidentifikasi keadaan malnutrisi protein kalori khususnya bila berat badan dan pengukuran antropometrik kurang dari normal
· Berikan diet TKTP dan asupan cairan adekuat.
R/ memenuhi kebutuhan metabolik jaringan. Asupan cairan adekuat untuk menghilangkan produk sisa.
Kolaborasi :
· Pantau hasil pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.
R/ membantu mengidentifikasi derajat malnutrisi
( Doenges. 1999: 1006 )
Dx 4
Tujuan : mengungkapan perubahan pemahaman dalam gaya hidup tentang tubuh, perasaan tidak berdaya, putus asa dan tidak mampu.
KH :
· Mulai mengembangkan mekanisme koping untuk menghadapi masalah secara efektif.
Intervensi :
· Diskusikan dengan orang terdekat pengaruh diagnosis dan pengobatan terhadap kehidupan pribadi pasien dan keluarga.
R/ membantu dalam memastikan masalah untuk memulai proses pemecahan masalah.
· Motivasi pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan tentang efek kanker atau pengobatan.
R/ membantu dalam pemecahan masalah
· Pertahankan kontak mata selama interaksi dengan pasien dan keluarga dan bicara dengan menyentuh pasien
R/ menunjukkan rasa empati dan menjaga hubungan saling percaya
dengan pasien dan keluarga. ( Doenges. 1999: 1004 )
Dx. 5
Tujuan : Keluarga dan klien siap menghadapi kemungkinan kehilangan anggota gerak.
KH : Pasien menyesuaikan diri terhadap kehilangan anggota gerak
Mengalami peninggkatan mobilitas
Intervensi :
· Lakukan pendekatan langsung dengan klien.
R/ meningkatkan rasa percaya dengan klien.
· Diskusikan kurangnya alternatif pengobatan.
R/ memberikan dukungan moril kepada klien untuk menerima pembedahan.
· Ajarkan penggunaan alat bantu seperti kursi roda atau kruk sesegera mungkin sesuai dengan kemampuan pasien.
R/ membantu dalam melakukan mobilitas dan meningkatkan kemandirian pasien.
· Motivasi dan libatkan pasien dalam aktifitas bermain
R/ secara tidak langgsung memberikan latihan mobilisasi
( Wong. 2003: 617 )
4. Evaluasi
o Pasien mampu mengontrol nyeri
a. Melakukan teknik manajemen nyeri,
b. Patuh dalam pemakaian obat yang diresepkan.
c. Tidak mengalami nyeri atau mengalami pengurangan nyeri saat istirahat, selama menjalankan aktifitas hidup sehari-hari
o Memperlihatkan pola penyelesaian masalah yang efektif.
a. Mengemukakan perasaanya dengan kata-kata
b. Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien
c. Keluarga mampu membuat keputusan tentang pengobatan pasien
o Masukan nutrisi yang adekuat
a. Mengalami peningkatan berat badan
b. Menghabiskan makanan satu porsi setiap makan
c. Tidak ada tanda – tanda kekurangan nutrisi
o Memperlihatkan konsep diri yang positif
a. Memperlihatkan kepercayaan diri pada kemampuan yang dimiliki pasien
b. Memperlihatkan penerimaan perubahan citra diri
o Klien dan keluarga siap intuk menghadapi kemungkinan amputasi
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda juall. 2001. Dokumentasi Asuhan Keperawatan Edisi 8. Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Doenges, E, Marilyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan keperawatan pasien. Edisi 3 . Jakarta : EGC.
Gole, Danielle & Jane Chorette. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC.
Otto, Shirley E. 2003. Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia & Loiraine M. Wilson. 1998. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Rasjad, Choiruddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Bintang Lamimpatue.
Sjamjuhidayat & Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Smeltzer & Brenda G. bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol III. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Wong, Donna. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

Lanjout baca . . . . >>