Selasa, 01 November 2011

Askep Gangguan Pendengaran Pada Geriatria


Askep Gangguan Pendengaran Pada Geriatria

A.      Pengertian
Berkurangnya Pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga.  Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat berat.
Presbikusis merupakan akibat dari proses degeneratif pada satu atau beberapa bagian koklea (striae vaskularis, sel rambut, dan membran basi la ris) maupun serabut saraf auditori. Presbikusis ini juga merupakan hasil interaksi antara faktor genetik individu dengan faktor eksternal, seperti pajanan suara berisik terus-menerus, obat ototoksik, dan penyakit sistemik.
Presbikusis terbagi dua menjadi prebiskus perifer dan prebiskus sentral. Presbikusis perifer, di mana para lansia hanya mampu untuk mengidentifikasi kata. Alat Bantu dengar masih cukup bermanfaat, tetapi harus diperhatikan untuk menghindari berteriak/berbicara terlalu keras karena dapat membuat ketidaknyamanan di telinga. Presbikusis sentral, di mana lansia mengalami gangguan untuk mengidentifikasi kalimat, sehingga manfaat alat bantu dengar sangat kurang. Oleh karena itu, percakapan dengan para lansia harus sedikit lebih lambat tanpa mengabaikan irama dan intonasi.
Presbikusis ditambah dengan situasi ketika percakapan yang berlangsung kurang mendukung dapat menyebabkan lansia mengalami gangguan komunikasi.

B.       Penyebab
Penurunan fungsi pendengaran bisa disebabkan oleh:
Ø  Suatu masalah mekanis di dalam saluran telinga atau di dalam telinga tengah yang menghalangi penghantaran suara (penurunan fungsi pendengaran konduktif)
Ø  Kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak (penurunan fungsi pendengaran sensorineural).
Ø  Penurunan fungsi pendengaran sensorineural dikelompokkan lagi menjadi:
·         Penurunan fungsi pendengaran sensorik (jika kelainannya terletak pada saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak).
·          Penurunan fungsi pendengaran neural (jika kelainannya terletak padatelinga dalam.
Penurunan fungsi pendengaran sensorik bisa merupakan penyakit keturunan, tetapi mungkin juga disebabkan oleh:
·      Trauma akustik (suara yang sangat keras)
·      Infeksi virus pada telinga dalam
·      Obat-obatan tertentu
·      Penyakit Meniere.

Penurunan fungsi pendengaran neural bisa disebabkan oleh:
Ø  Tumor otak yang juga menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf di sekitarnya dan batang otak
Ø  Infeksi keturunan (misalnya penyakit Refsum).
Ø  Berbagai penyakit otak dan saraf (misalnya stroke)
Ø  Beberapa penyakit

C.      Gejala
Penderita penurunan fungsi pendengaran bisa mengalami beberapa atau seluruh gejala berikut:
Ø  kesulitan dalam mendengarkan percakapan, terutama jika di sekelilingnya berisik
Ø  terdengar gemuruh atau suara berdenging di telinga (tinnitus) 
 tidak dapat mendengarkan suara televisi atau radio dengan volume yang normal
Ø   kelelahan dan iritasi karena penderita berusaha keras untuk bisa mendengar
Ø  pusing atau gangguan keseimbangan.

D.      Patofisiologi
Menurut frekuensi getarannya, tinnitus terbagi menjadi dua macam, yaitu:
Ø  Tinnitus Frekuensi rendah (low tone) seperti bergemuruh.
Ø  Tinnitus frekuensi tinggi (high tone) seperti berdenging

Tinnitus biasanya di hubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi karena gangguan konduksi, yang biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika di sertai dengan inflamasi, bunyi dengung akan terasa berdenyut (tinnitus pulsasi) dan biasanya terjadi pada sumbatan liang telinga, tumor, otitis media, dll.
Pada tuli sensorineural, biasanya timbul tinnitus subjektif nada tinggi (4000Hz). Terjadi dalam rongga telinga dalam ketika gelombang suara berenergi tinggi merambat melalui cairan telinga, merangsang dan membunuh sel-sel rambut pendengaran maka telinga tidak dapat berespon lagi terhadap frekuensi suara. Namun jika suara keras tersebut hanya merusak sel-sel rambut tadi maka akan terjadi tinnitus, yaitu dengungan keras pada telinga yang di alami oleh penerita.(penatalaksanaan penyakit dan kelainan THT edisi 2 thn 2000 hal 100). Susunan telinga kita terdiri atas liang telinga, gendang telinga, tulang-tulang pendengaran, dan rumah siput. Ketika terjadi bising dengan suara yang melebihi ambang batas, telinga dapat berdenging, suara berdenging itu akibat rambut getar yang ada di dalam rumah siput tidak bisa berhenti bergetar. Kemudian getaran itu di terima saraf pendengaran dan diteruskan ke otak yang merespon dengan timbulnya denging.
Kepekaan setiap orang terhadap bising berbeda-beda, tetapi hampir setiap orang akan mengalami ketulian jika telinganya mengalami bising dalam waktu yag cukup lama. Setiap bising yang berkekuatan 85dB bisa menyebabkan kerusakan. Oleh karena itu di Indonesia telah di tetapkan nilai ambang batas yangn di perbolehkan dalam bidang industri yaitu sebesar 89dB untuk jangka waktu maksimal 8 jam. Tetapi memang implementasinya belum merata. Makin tinggi paparan bising, makin berkurang paparan waktu yang aman bagi telinga


E.       Pemeriksaan
1.         Pemeriksaan Dengan Garputala

Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran udara dinilai dengan menempatkan garputala yang telah digetarkan di dekat telinga sehingga suara harus melewati udara agar sampai ke telinga.
Penurunan fungsi pendengaran atau ambang pendengaran subnormal bisa menunjukkan adanya kelainan pada saluran telinga, telinga tengah, telinga dalam, sarat pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak.
Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran tulang dinilai dengan menempatkan ujung pegangan garputala yang telah digetarkan pada prosesus mastoideus (tulang yang menonjol di belakang telinga). 
Getaran akan diteruskan ke seluruh tulang tengkorak, termasuk tulang koklea di telinga dalam. Koklea mengandung sel-sel rambut yang merubah getaran menjadi gelombang saraf, yang selanjutnya akan berjalan di sepanjang saraf pendengaran.
Pemeriksaan ini hanya menilai telinga dalam, saraf pendengaran dan jalur saraf pendengaran di otak. Jika pendengaran melalui hantaran udara menurun, tetapi pendengaran melalui hantaran tulang normal, dikatakan terjadi tuli konduktif. Jika pendengaran melalui hantaran udara dan tulang menurun, maka terjadi tuli sensorineural.
Kadang pada seorang penderita, tuli konduktif dan sensorineural terjadi secara bersamaan.

2.         Audiometri

Audiometri dapat mengukur penurunan fungsi pendengaran secara tepat, yaitu dengan menggunakan suatu alat elektronik (audiometer) yang menghasilkan suara dengan ketinggian dan volume tertentu.
Ambang pendengaran untuk serangkaian nada ditentukan dengan mengurangi volume dari setiap nada sehingga penderita tidak lagi dapat mendengarnya.
Telinga kiri dan telinga kanan diperiksa secara terpisah. 
Untuk mengukur pendengaran melalui hantaran udara digunakan earphone, sedangkan untuk mengukur pendengaran melalui hantaran tulang digunakan sebuah alat yang digetarkan, yang kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus.

3.         Audiometri Ambang Bicara
Audiometri ambang bicara mengukur seberapa keras suara harus diucapkan supaya bisa dimengerti. Kepada penderita diperdengarkan kata-kata yang terdiri dari 2 suku kata yang memiliki aksentuasi yang sama, pada volume tertentu.
Dilakukan perekaman terhadap volume dimana penderita dapat mengulang separuh kata-kata yang diucapkan dengan benar.

4.         Diskriminasi
Dengan diskriminasi dilakukan penilaian terhadap kemampuan untuk membedakan kata-kata yang bunyinya hampir sama. 
Digunakan kata-kata yang terdiri dari 1 suku kata, yang bunyinya hampir sama.
Pada tuli konduktif, nilai diskriminasi (persentasi kata-kata yang diulang dengan benar) biasanya berada dalam batas normal. Pada tuli sensori, nilai diskriminasi berada di bawah normal. Pada tuli neural, nilai diskriminasi berada jauh di bawah normal.

5.         Timpanometri

Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi (tahanan terhadap tekanan) pada telinga tengah.
Timpanometri digunakan untuk membantu menentukan penyebab dari tuli konduktif. Prosedur in tidak memerlukan partisipasi aktif dari penderita dan biasanya digunakan pada anak-anak.
Timpanometer terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara yang terus menerus menghasilkan suara dan dipasang di saluran telinga.
Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui telinga tengah dan berapa banyak suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan tekanan di saluran telinga.

Hasil pemeriksaan menunjukkan apakah masalahnya berupa:
Ø  penyumbatan tuba eustakius (saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan hidung bagian belakang)
Ø  kelainan pada rantai ketiga tulang pendengaran yang menghantarkan suara melalui telinga tengah

Timpanometri juga bisa menunjukkan adanya perubahan pada kontraksi otot stapedius, yang melekat pada tulang stapes (salah satu tulang pendengaran di telinga tengah).
Dalam keadaan normal, otot ini memberikan respon terhadap suara-suara yang keras/gaduh (refleks akustik) sehingga mengurangi penghantaran suara dan melindungi telinga tengah.
Jika terjadi penurunan fungsi pendengaran neural, maka refleks akustik akan berubah atau menjadi lambat. Dengan refleks yang lambat, otot stapedius tidak dapat tetap berkontraksi selama telinga menerima suara yang gaduh.

6.         Respon Auditoris Batang Otak
Pemeriksaan ini mengukur gelombang saraf di otak yang timbul akibat rangsangan pada saraf pendengaran. Respon auditoris batang otak juga dapat digunakan untuk memantau fungsi otak tertentu pada penderita koma atau penderita yang menjalani pembedahan otak.

7.         Elektrokokleografi
Elektrokokleografi digunakan untuk mengukur aktivitas koklea dan saraf pendengaran. Kadang pemeriksaan ini bisa membantu menentukan penyebab dari penurunan fungsi pendengaran sensorineural.
Elektrokokleografi dan respon auditoris batang otak bisa digunakan untuk menilai pendengaran pada penderita yang tidak dapat atau tidak mau memberikan respon bawah sadar terhadap suara. 
Misalnya untuk mengetahui ketulian pada anak-anak dan bayi atau untuk memeriksa hipakusis psikogenik (orang yang berpura-pura tuli).
Beberapa pemeriskaan pendengaran bisa mengetahui adanya kelainan pada daerah yang mengolah pendengaran di otak. 
Pemeriksaan tersebut mengukur kemampuan untuk:
Ø  mengartikan dan memahami percakapan yang dikacaukan 
telinga kiri menerima pesan yang lain
Ø  memahami pesan yang disampaikan ke telinga kanan pada saa 
telinga menjadi pesan yang bermakna
Ø  menggabungkan pesan yang tidak lengkap yang disampaikan pada kedua telinga pada waktu yang bersamaan.
Ø  menentukan sumber suara pada saat suara diperdengarkan di kedua 
Jalur saraf dari setiap telinga menyilang ke sisi otak yang berlawanan, karena itu kelainan pada otak kanan akan mempengaruhi pendengaran pada telinga kiri.
Kelainan pada batang otak bisa mempengaruhi kemampuan dalam menggabungkan pesan yang tidak lengkap menjadi pesan yang bermakna dan dalam menentukan sumber suara.

F.       Pengobatan
Pengobatan untuk penurunan fungsi pendengaran tergantung kepada penyebabnya.Jika penurunan fungsi pendengaran konduktif disebabkan oleh adanya cairan di telinga tengah atau kotoran di saluran telinga, maka dilakukan pembuangan cairan dan kotoran tersebut. Jika penyebabnya tidak dapat diatasi, maka digunakan alat bantu dengar atau kadang dilakukan pencangkokan koklea.
     Suatu implan tidak mengembalikan ataupun menciptakan fungsi pendengaran yang normal, tetapi bisa memberikan pemahaman auditoris kepada penderita tuli dan membantu mereka dalam memahami percakapan.
Implan koklea sangat berbeda dengan alat bantu dengar. 
Alat bantu dengar berfungsi memperkeras suara. Implan koklea menggantikan fungsi dari bagian telinga dalam yang mengalami kerusakan.
       Jika fungsi pendengaran normal, gelombang suara diubah menjadi gelombang listrik oleh telinga dalam. Gelombang listrik ini lalu dikirim ke otak dan kita menerimanya sebagai suara. Implan koklea bekerja dengan cara yang sama. Secara elektronik, implan koklea menemukan bunyi yang berarti dan kemudian mengirimnya ke otak

G.      Penatalaksanaan
1.      Alat Bantu Dengar
Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan batere, yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa berjalan dengan lancar.

Alat bantu dengar terdiri dari:
Ø  Sebuah mikrofon untuk menangkap suara
Ø  Sebuah amplifier untuk meningkatkan volume suara
Ø  Sebuah speaker utnuk menghantarkan suara yang volumenya telah dinaikkan. 
Berdasarkan hasil tes fungsi pendengaran, seorang audiologis bisa menentukan apakah penderita sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum (audiologis adalah seorang profesional kesehatan yang ahli dalam mengenali dan menentukan beratnya gangguan fungsi pendengaran). 
Alat bantu dengar sangat membantu proses pendengaran dan pemahaman percakapan pada penderita penurunan fungsi pendengaran sensorineural.
 
Dalam menentukan suatu alat bantu dengar, seorang audiologis biasanya akan mempertimbangkan hal-hal berikut:
Ø  kemampuan mendengar penderita
Ø  aktivitas di rumah maupun di tempat bekerja
Ø  keterbatasan fisik
Ø  keadaan medis
Ø  Penampilan
Ø  harga. 

Alat Bantu Dengar Hantaran Udara
Alat ini paling banyak digunakan, biasanya dipasang di dalam saluran telinga dengan sebuah penutup kedap udara atau sebuah selang kecil yang terbuka.

Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Badan
Digunakan pada penderita tuli dan merupakan alat bantu dengar yang paling kuat.
Alat ini disimpan dalam saku kemeja atau celana dan dihubungkan dengan sebuah kabel ke alat yang dipasang di saluran telinga. Alat ini seringkali dipakai oleh bayi dan anak-anak karena pemakaiannya lebih mudah dan tidak mudah rusak.
Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Belakang Telinga
Digunakan untuk penderita gangguan fungsi pendengaran sedang sampai berat. Alat ini dipasang di belakang telinga dan relatif tidak terlihat oleh orang lain.

CROS (contralateral routing of signals)
Alat ini digunakan oleh penderita yang hanya mengalami gangguan fungsi pendengaran pada salah satu telinganya. 
Mikrofon dipasang pada telinga yang tidak berfungsi dan suaranya diarahkan kepada telinga yang berfungsi melalui sebuah kabel atau sebuah transmiter radio berukuran mini.
Dengan alat ini, penderita dapat mendengarkan suara dari sisi telinga yang tidak berfungsi.

BICROS (bilateral CROS)
Jika telinga yang masih berfungsi juga mengalami penuruna fungsi pendengaran yang ringan, maka suara dari kedua telinga bisa diperkeras dengan alat ini.
                                                                                             
Alat Bantu Dengar Hantaran Tulang
Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak dapat memakai alat bantu dengar hantaran udara, misalnya penderita yang terlahir tanpa saluran telinga atau jika dari telinganya keluar cairan (otore).
Alat ini dipasang di kepala, biasanya di belakang telinga dengan bantuan sebuah pita elastis. Suara dihantarkan melalui tulang tengkorak ke telinga dalam.
Beberapa alat bantu dengar hantaran tulang bisa ditanamkan pada tulang di belakang telinga.

2.      Pencangkokan Koklea
       Pencangkokan koklea (implan koklea) dilakukan pada penderita tuli berat yang tidak dapat mendengar meskipun telah menggunakan alat bantu dengar.
       Alat ini dicangkokkan di bawah kulit di belakang telinga dan terdiri dari 4 bagian:
Ø  Sebuah mikrofon untuk menangkap suara dari sekitar 
 yang tertangkap oleh mikrofon
Ø  Sebuah prosesor percakapan yang berfungsi memilih dan mengubah suara
Ø  Sebuah transmiter dan stimulator/penerima yang berfungsi menerima sinyal dari prosesor percakapan dan merubahnya menjadi gelombang listrik
Ø  Elektroda, berfungsi mengumpulkan gelombang dari stimulator dan mengirimnya ke otak

Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pendengaran Lansia
Ø  Bersihkan telinga, pertahankan komunikasi.
Ø  Berbicara pada telinga yang masih baik dengan suara yang tidak terlalu keras.
Ø  Berbicara secara perlahan-lahan, jelas, dan tidak terlalu panjang.
Ø  Beri kesempatan klien untuk menjawab pertanyaan.
Ø  Gunakan sikap dan gerakan atau objek untuk memudahkan persepsi klien.
Ø  Beri sentuhan untuk menarik perhatian sebelum memulai pembicaraan.
Ø  Beri motivasi dan reinforcement.
Ø  Kolaborasi untuk menggunakan alat bantu pendengaran.
Ø  Lakukan pemeriksaan secara berkala.

Asuhan Keperawatan

A.       Pengkajian
Fokus pengkajian pada klien dengan ganguan pendengaran
·      Kaji identitas klien
·      Kaji riwayat keperawatan ssp serta organ-organ bagian telinga dan keseimbanagan
·      Kaji adanya penguanaan obat-obat yang menyebabkan ototoxic dan merusak
·      Kaji riwayat penguanaan obat-obatan

B.       Diagnosa keperawatan
1.        Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang gangguan pendengaran (tinitus)
2.        Resiko kerusakan interaksi sosial b/d hambatan komunikasi

C.       Rencana Keperawatan
a)      Cemas b/d kurangnya informasi tentang gangguan pendengaran (tinnitus).
Tujuan/kriteria hasil:
·         Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien terhadap penyakit meningkat
Intervensi
Rasional
-     Kaji tingkat kecemasan/rasa takut
-     Kaji tingkat pengetahuan klien dengan gangguan yg dialaminya
-     Yakinkan klien bahwa penyakitnya dapat diatasi
-     Anjurkan klien untuk rileks dan menghindari stres
-    Cemas dapat
berkurang/terkontrol
-     Memahami tentang penyakit yg diderita
-     Semagat pasien untuk hidup normal semakin tinggi
-     Tingkat stress klien berkurang dan rileks


b)      Resiko kerusakan interaksi sosial b/d hambatan komunikasi
·         Tujuan/kriteria hasil:
Resiko kerusakan interaksi sosial dapat di minimalkan
Intervensi
Rasional
-     Kaji kesulitan mendengar
-     Kaji seberapa parah gangguan yang dialami klien
-     Bantu klien memahami komunikasi nonverbal
-     Anjurkan klien menggunakan alat bantu dengar setiap diperlukan jika tersedia
-     Mengetahui tingkat kesulitan pendengaran klien
-          Mengetahui tingkat keparahan yang di alami klien


-       Klien mampu berkomunikasi


-       Klien dapat mendengar mengunakan alat bantu


Tidak ada komentar: